Definisi, Prinsip Kritik Sastra, dan Prinsip Esai Sastra, kritik sastra, pengertian bahasa, definisi bahasa
Tidak menutup kemungkinan, bisa saja seseorang dapat menulis karangan yang kemudian disebut sebagai bentuk dari esai sastra meskipun tanpa memahami pengertian dari esai sastra itu sendiri. Namun, tidak akan rugi rasanya jika setelah itu kita ingin lebih memahami tentang apa esai sastra menurut pendapat para ahli di bidangnya? Dengan begitu, mudah-mudahan kita bisa lebih teguh lagi untuk memberi identitas karya tulis sebagai esai sastra, bukan kritik sastra, resensi, komentar singkat, atau karya lainnya. Untuk itu, marilah kita simak beberapa pengertian esai sastra menurut para ahli berikut ini.
Setelah menyimak uraian di atas, ada baiknya kita membandingkan kritik sastra dan esai sastra sebagai bagian dari kritik sastra yang mempunyai ciri dan karakteristik sendiri. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat membedakan yang mana kritik dan yang mana esai sastra ketika disuatu waktu kita membutuhkan referensi untuk kepentingan penelitian ataupun penambah wawasan dalam mengasah karya esai kita.
Selain di dalam kritik sastra terdapat penilaian baik buruk, kritik sastra juga lebih sistematis dibanding esai, oleh karena itu, kritik sastra tidak bisa pendek dan secara otomatis harus objektif. Sebaliknya, esai sastra yang bersifat subjektif, uraiannya cenderung lebih pendek dibanding kritik sastra. Esai sastra bersifat menerangkan dan cenderung tidak teratur sistematikanya.
Definisi, Prinsip Kritik Sastra, dan Prinsip Esai Sastra
A. Definisi Prinsip Kritik Sastra
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, studi sastra (ilmu sastra) mencakup tiga bidang, yakni: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiganya memiliki hubungan yang erat dan saling mengait.
Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.
Dari pengertian kritik sastra tersebut, terkandung secara jelas aktivitas kritik sastra. Secara rinci, aktivitas kritik sastra mencakup 3 (tiga) hal, yakni menganalisis, menafsirkan, dan menilai.
Analisis adalah menguraikan unsur-unsur yang membangun karya sastra dan menarik hubungan antarunsur-unsur tersebut.
Menafsirkan (interpretasi) dapat diartikan sebagai memperjelas/ memperjernih maksud karya sastra dengan cara :
- Memusatkan interpretasi pada ambiguitas, kias, atau kegelapan dalam karya sastra,
- Memperjelas makna karya sastra dengan jalan menjelaskan unsur-unsur dan jenis karya sastra.
Selanjutnya, penilaian dapat diartikan menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah dilakukan. Penilaian seorang kritikus sangat bergantung pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut, dipakai, dan dipahami seorang kritikus.
Kritik sastra berguna bagi perkembangan sastra, karena dalam mengkritik, kritikus akan menunjukkan hal yang bernilai/tidak bernilai dari suatu karya sastra. Kritikus bisa jadi akan menunjukkan kebaruan-kebaruan dalam karya sastra, hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan.
Dengan demikian sastrawan dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan mutu karya sastranya. Jika sastrawan-sastrawan di suatu negara tertentu menghasilkan karya-karya yang baru, kreatif, dan berbobot, maka perkembangan sastra negara tersebut juga akan meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Dengan kata lain, kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan kreativitas sastrawan, dan pada gilirannya akan meningkatkan perkembangan sastra itu sendiri. Dalam melakukan kritik, seorang kritikus akan memberikan ulasan, komentar, menafsirkan kerumitan-kerumitan, kegelapankegelapan makna dalam karya sastra yang dikritik.
Dengan demikian, pembaca awam akan mudah memahami karya sastra yang dikritik oleh kritikus. Di sisi lain, ketika masyarakat sudah terbiasa dengan apresiasi sastra, maka daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra akan semakin baik. Masyarakat dapat memilih karya sastra yang bermutu tinggi (karya sastra yang berisi nilai-nilai kehidupan,memperhalus budi, mempertajam pikiran, kemanusiaan, dan kebenaran.
Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik tentulah didasarkan pada referensi-referensi, teori-teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori baru.Teori-teori sastra yang baru inilah yang justru akan semakin memperkembangkan ilmu sastra itu sendiri.
Dalam melakukan kritik, kritikus tentu akan menunjukkan ciriciri karya sastra yang dikritik secara struktural (ciri-ciri intrinsik). Tidak jarang pula kritikus akan mencoba mengelompokkan karya sastra yang dikritik ke dalam karya sastra yang berciri sama. Kenyataan inilah yang dapat disimpulkan bahwa kritik sastra sungguh membantu penyusunan sejarah sastra.
B. Definisi dan Prinsip Esai Sastra
Tidak menutup kemungkinan, bisa saja seseorang dapat menulis karangan yang kemudian disebut sebagai bentuk dari esai sastra meskipun tanpa memahami pengertian dari esai sastra itu sendiri. Namun, tidak akan rugi rasanya jika setelah itu kita ingin lebih memahami tentang apa esai sastra menurut pendapat para ahli di bidangnya? Dengan begitu, mudah-mudahan kita bisa lebih teguh lagi untuk memberi identitas karya tulis sebagai esai sastra, bukan kritik sastra, resensi, komentar singkat, atau karya lainnya. Untuk itu, marilah kita simak beberapa pengertian esai sastra menurut para ahli berikut ini.
Menurut H.B. Jassin (Sang Paus Sastra) esai adalah uraian yang membicarakan bermacam ragam, tidak tersusun secara teratur tetapi seperti dipetik dari bermacam jalan pikiran. Dalam esai terlihat keinginan, sikap terhadap soal yang dibicarakan, kadang-kadang terhadap kehidupan seluruhnya.
Arief Budiman mengemukakan pengertian esai sebagai karangan yang sedang panjangnya, yang membahas persoalan secara mudah dan sepintas lalu dalam bentuk prosa. Sementara itu, pendapat dari Soetomo menyebut bahwa esai adalah sebagai karangan pendek mengenai suatu masalah yang kebetulan menarik perhatian untuk diselidiki dan dibahas.
Pengarang mengemukakan pendiriannya, pikirannya, cita-citanya, atau sikapnya terhadap suatu persoalan yang disajikan. Pendapat yang lainnya muncul dari F.X. Surana yang menerangkan esai sebagai kupasan suatu ciptaan, tentang suatu soal, masalah pendapat, ideologi, dengan panjang lebar. Kupasan ini berdasarkan pandangan penulisnya dan diutarakan secara tidak teratur.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dengan pendirian, pikiran, cita-cita, sikap penulisnya yang diutarakan secara tidak teratur. Dari pengertianpengertian di atas dapat dideskripsikan ciri-ciri esai sebagai berikut;
(1) pendek,
(2) berbentuk naratif,
(3) bersifat subjektif,
(4) bersifat menerangkan saja, dan tidak teratur dibanding kritik.
C. Perbedaan Antara Esai Sastra dan Kritik Sastra
Setelah menyimak uraian di atas, ada baiknya kita membandingkan kritik sastra dan esai sastra sebagai bagian dari kritik sastra yang mempunyai ciri dan karakteristik sendiri. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat membedakan yang mana kritik dan yang mana esai sastra ketika disuatu waktu kita membutuhkan referensi untuk kepentingan penelitian ataupun penambah wawasan dalam mengasah karya esai kita.
Selain di dalam kritik sastra terdapat penilaian baik buruk, kritik sastra juga lebih sistematis dibanding esai, oleh karena itu, kritik sastra tidak bisa pendek dan secara otomatis harus objektif. Sebaliknya, esai sastra yang bersifat subjektif, uraiannya cenderung lebih pendek dibanding kritik sastra. Esai sastra bersifat menerangkan dan cenderung tidak teratur sistematikanya.
Silahkan baca juga : Menulis Karangan Dengan Pola Pengembangan Deduktif dan Induktif
Comments
Post a Comment